An Evening with Duran-Duran

Akhirnya keinginan untuk nonton Duran-Duran live di Jakarta ngga bisa lagi terbendung …. ! Setelah seminggu bimbang apakah harga tiket Rp 750ribu worth untuk menonton Duran-Duran, ini yang namanya emosi mengalahkan rasio 🙂

Nyampe di venue sekitar jam 19.50, masih kepagian nih … mengingat show baru dimulai pukul 21.00. Beli tiket di ticket box, sementara banyak banget calo di luaran nawarin. Dengan harga lebih murah malah …. aneh ya, dari mana mereka dapat tiket?

Sambil nunggu teman di luar arena, gw asik memperhatikan calon penonton yang lalu lalang, kaum “snob” dan tentu saja: wartawan infotainment dan para celebrity yang saling berinteraksi. Sekilas ada Lilo ex KLA, Maia Ratu, pasangan Pongky Jikustik dan Sophie, Tika Panggabean dan Ujo, Wingky Wiryawan, Rahma Azhari, Radja, Farhan dan banyak lagi. Sebagian besar emang generasi 80’s ya … saat dimana Duran-Duran jadi raja. Bisa dipastikan, ini pasti konser nostalgia.

Masuk ke arena konser, lampu masih terang. Latar belakang panggung adalah set kota besar dengan bangunan-bangunan tinggi. Drum Roger Taylor di kiri belakang, dan Keyboard Set Nick Rhodes di sebelah kanan. Not bad! Persis di depan panggung berderet beberapa baris kursi VVIP, dan setelah pagar pembatas, berdiri penonton festival. Tribun atas diperuntukkan untuk kelas VIP.

Persis jam 21.00, lampu gedung dimatikan dan lampu sorot warna warni panggung dinyalakan, asap tipis memenuhi panggung. Sekilas siluet personel Duran-Duran nampak menaiki panggung dan memainkan “the valley”. Penonton semua histeris!

Seperti saya bilang tadi, IMHO ini adalah konser nostalgia, dimana hampir seluruh penonton menunggu-nunggu dibawakannya hits-hits era 80an, makanya begitu lagu pertama selesai dan Simon teriak, “Are You hungry?” maka seketika penonton melompat dan berteriak,”Yes! Hungry Like the Wolf!”.

Jadinya seperti sudah diduga, saat lagu-lagu seperti A View to A Kill, Save a Prayer, The Reflex, Union of the Snake, Girls on FIlm, Wild Boyz, Ordinary World, Rio dan lain-lain dibawakan, maka koor bareng sukar dielakkan dan JCC seketika menjadi dance-floor. Dan seketika adem ketika lagu-lagu baru (seperti the Valley, Red Carpet Massacre, Skin Divers, dll) dinyanyikan.

Hmm, overall, gw enjoy banget! Lagu-lagu baru Duran-Duran meski ngga 100% nyanthol di kuping, tapi tetap enak dibuat dance. Menikmati vocal Simon yang khas masih mampu menaiki nada-nada tinggi -meski beberapa kali sengaja diturunkan, gebukan drum Roger Taylor, gaya Nick Rhodes -yang oleh Simon di sebut orang planet karena peralatannya yang techie- rajin merekam ulah penonton dari belakang keyboards set dan bintang malam itu, John Taylor yang keren abis!

Worth it lah!

SUPERMAN RETURNS 2006: MY VIEW

Meski bukan Superman freak, malem minggu kemaren akhirnya tersempatkan untuk nonton film yang ditunggu-tunggu: yep, Superman Returns! Penasaran banget pengen liat seperti apa film garapan Bryan Singer (X-Men 1 & 2) ini bila dibandingkan dengan Batman yang sudah return tahun lalu atau film super hero lainnya: X-Men 3: The Last Stand, misalnya. Konon, Bryan Singer lebih tertarik dengan project Superman Return ini daripada menggarap X-Men 3 sehingga secara kebetulan dia ‘bertukar tempat’ dengan Brett Ratner (sutradara X-Men 3) yang sebelumnya dipercaya menggarap project kembalinya si manusia baja ini.

Superman – the movie pertama kali muncul di layar lebar tahun 1978 hasil besutan sutradara Richard Donner yang memperkenalkan Christopher Reeve sebagai Superman. Sebelumnya, versi televisi telah muncul di era 1951-1957 diperankan oleh George Reeves.

Pakem

Kesan pertama, Bryan Singer sepertinya tidak ingin merubah ‘pakem’ yang sudah ada pada film-film Superman terdahulu. Theme song dan crystal font (saat opening title) tetap dipertahankan, hanya diperbaharui dengan sentuhan modern. Untuk kostum, overall lebih bagus dari yang dulu;
perubahan terlihat pada bahan yang dipakai –sayapnya dari kulit, euy! Kota Metropolis diset jadi kota modern –mesti ngga futuristik, seperti penggambaran Gotham di Batman Returns. Smallville ngga banyak diceritakan, hanya muncul di awal film saat Superman balik ke bumi. Itupun cuma rumah Martha Kent dan ladang2 Smallville.

Special Efek? Kalau boleh jujur, jangan berharap banyak! Terbang secepat angin, sinar mata laser, tiupan es, kebal peluru, atau angkat-angkat pesawat … bukannya dulu juga sudah ada. No breakthru, kok! Sam Raimi –sutradara Spiderman- IMHO malah lebih berhasil melukiskan gerakan
melenting-lenting Spiderman di antara Skyscraper!

Superman diperankan oleh Brandon James Routh -yang konon seorang Superman freak dan pernah menang kontes Helloween di mana saat itu dia pakai kostum Superman- memang punya face yang ‘senada’ dengan Christopher Reeve. Mirip!

Lex Luthor diperankan oleh Kevin Spacey. Sekilas IMHO penggambaran karakternya dibuat mirip dengan Lex Luthor pas jaman Gene Hackman dulu. Pas!

Lois Lane diperankan Kate Bosworth, nah yang ini penggambaran karakternya beda dengan Lois Lane jaman Margot Kidder dulu! Mungkin karena digambarkan sudah punya anak dan boyfried –istilahnya pro-longed engagement 😉 sehingga memang jadinya beda banget.

Cerita Singkat
(warning: buat yang belum nonton silakan skip this part)

…….
Dilukiskan si manusia baja kembali ke bumi setelah 5 tahun menghilang secara misterius. Lois Lane telah menjadi ibu, sementara musuh abadinya Lex Luthor terpaksa dibebaskan dari hukuman karena Superman tidak hadir di sidang pengadilan.

Cerita lebih berkisar tentang pergulatan perasaan Superman terhadap Lois Lane, dan juga sebaliknya. Dan tentu saja dibumbui perjuangan Superman untuk menggagalkan ide gila Lex Luthor yang berusaha menghadirkan replika Krypton di bumi.

Ada kejutan kecil … which I don’t like the idea of it, yang ngga seru kalau diceritakan di sini.

Dari segi cerita kepahlawanan, satu hal yang amat mengganjal adalah IMHO, adegan aertarungan/pembalasan Superman ke Lex Luthor mestinya diceritakan dan perlu dibuat dramatis –seperti misalnya pertarungan hidup mati Obi Wan dan Anakin Skywalker di Star Wars, atau pertarungan Spiderman dengan Dr. Oct. Penonton kan menunggu itu … sesuatu yang membuat penonton berdiri dan tepuk tangan saat jagoannya menang!

Kesimpulan

Seperti juga Spiderman dan Batman, Superman juga digambarkan lebih ‘manusiawi’ …. Bisa jatuh cinta, patah hati, kesepian dan juga hampir mati. Tapi selain sisi kemanusiaan yang berhasil diangkat oleh Bryan Singer, sisi dramatisasi heroisme-nya kurang berhasil digarap. Hei, jangan lupa … kita kan nonton film Superman!

Secara keseluruhan, film ini masih layak tonton. Meski belum 5 bintang! Jadi penasaran, kira2 Superman seperti apa kalau sutradaranya jadi Quentine Tarantino

When My Dream and DT Unite

Sore itu, duduk dan melihat sendiri panggung yang akan dipakai untuk konser DT malam itu adalah seperti berada dalam mimpi. Tertutup oleh back-drop hitam, 4 speaker set di kiri dan kanan stage, indoor stadium Singapore yang megah … ah, gw ngga pernah membayangkan bisa berada di sini.

Perjuangan menuju ke hari itu adalah sungguh2 perjalanan panjang. Mulai dari iming2 promotor bahwa DT akan mampir di Jakarta, pembatalan, memikirkan kemungkinan pergi ke Singapore, itung2 ongkos -compare2, nego ama istri (thanks Hon, you’re the best!), hunting tiket (konser dan pesawat – thanks Bro Yoga and Didin, nice to do business with you guys!), persiapan konser -ngapalin lagu (salute untuk mas Gatot & Bro David Dewata for organize us), ambil kaos ‘When Dream Theater and Indonesia Unite” (proficiat untuk Bro Andre Solucite), dan perjalanan Jakarta-Batam-Singapore Harbour Front bareng M-Claro Guys(meet Mr. Goh -you’re the man!) – Indoor Stadium adalah momerable moment yang gak bakal gw lupa sampai tua nanti.

Nyampe di Stadium sekitar 18.30 langsung nyerbu loket SISTIC untuk exchange tiket. Abis itu nyerbu counter merchandise yang ada di bawah, tapi buset … penuh banget. Ada kaos (black & white design tee), poster, and CDs official bootleg. Black tee langsung sold-out! Fortunately, karena gw sedang dalam mode ‘back-packers’ dan ngga bawa cash banyak, gw passed aja deh …. 😦

Tadinya gw pengen potret2 seperti yang pernah gw lakukan di Java Jazz, tapi ngga tau deh … rasanya being here is an ultimate dream already, udah ngga punya keinginan laen. Gw ngga terlalu nafsu ‘ngelolosin’ digicam gw ke dalem. Gw pegang aja dah, lolos syukur… harus titip yo wis-lah. Sementara temen2 gw laennya pada pake trik2 khusus yang beberapa berhasil lolos ada juga yang ketangkep. Alhasil, security langsung memerintahkan gw untuk menitipkan digicam gw ke loker. Yo wis-lah ….

Di dalem, terkagum2 ama design di dalam stadium “wah, indo ketinggalan berapa tahun ya?”. Meski duduk agak jauh (T04 berada di tribun belakang, persis depan panggung), tapi karena persis berhadapan di depan panggung bisa dapet full view dari panggung dan nangkep sound yang lumayan. Di sebelah kiri gw Bro Didin & Yoga. Ngga lama, kursi sebelah kanan gw terisi dan ternyata 2 orang indo dari Tebet. Yang satu udah 2x nonton show DT pas di Paris, wuih ! Depan gw, satu deret bule2 muda (tampang high school) ditemani seorang yang berumur -mungkin salah seorang orang tua dari mereka.

Lihat sekeliling, ngga terlalu penuh nih stadium. Konon kapasitasnya 8000 dan malam ini hanya terisi 4000, sayang ya … coba di Jakarta. Eh, banyak juga “mahluk lucu” yang nonton lho … Gw ngga yakin, apa mereka bener2 tahu apa yang mereka bakal tonton malam ini … ‘snob’ kali ya 🙂

Sambil nunggu, temen baru gw -yang duduk di sebelah- bilang setting di Sing ini lebih “minimalis” kalo dibanding pas di Paris dulu. Emang sih, gw agak kaget kok panggungnya “termasuk” minimalis gini? Entar gimana ya? Gak lama, tirai penutup warna item turun … waaaa, pada tereak orang2 dikirain udah mau maen. Padahal crew DT lagi beres2. Tapi beneran lho … minimalis bgt! Ssatu drum set Portnoy di tengah2 (double bass), 1 buah keyboards dan 1 lagi ngga tau apaan di kiri panggung milik Rudess, 2 buah stand microphone, effect punya Myung di kiri dan Petrucci di kanan, Speakers set di kiri dan kanan panggung, sisanya backdrop hitam. Gitu aja ….

Begitu sosok yang seperti Petrucci muncul di stage (meski belum maen, sepertinya lagi mastiin soundnya OK) penonton udah tereak2 ngga keruan. Pas jam 9, lampu dimatiin … dan juedderrr !!!!! The Root of All Evil played. Backdrop gambar album Octavarium muncul, dan penonton VIP yang bayar Sin $150 pada semburat ke depan panggung …. hehehe.

pic: courtessy Bro David Dewata

======================================
Liputan konser saya cuplik aja dari tulisan Bro Sigit dr milis M-Claro (tulisan ini udah bisa merepresentasikan keadaaan di sono)

Urutan setlist lagu:

  1. THE ROOT OF ALL EVIL
  2. PANIC ATTACK
  3. A FORTUNE IN LIES
  4. UNDER A GLASS MOON
  5. LIE
  6. PERUVIAN SKIES dengan bumbu sedap Pink Floyd dan Metallica
  7. STRANGE DEJA VU
  8. THROUGH MY WORDS
  9. FATAL TRAGEDY
  10. 6D0IT PART 6: SOLITARY SHELL
  11. 6DOIT PART 7: ABOUT TO CRASH
  12. 6DOIT PART 8: LOSING TIME/GRAND FINALE
    —15 min intermission—
  13. AS I AM
  14. ENDLESS SACRIFICE
  15. I WALK BESIDE YOU
  16. SACRIFICED SONS
  17. OCTAVARIUM dengan bumbu variasi keys Jordan
    —encore—
  18. SPIRIT CARRIES ON (duh, stadium serasa mau runtuh)
  19. PULL ME UNDER segue into METROPOLIS PT.1

Performance Notes:
Mau bilang apa lagi ya? Bapak-ibu-mas-mbak-oom-tante … sumpah deh,ini adalah band performance paling tight, paling perfect yang pernahsaya lihat selama ini. Edan. Bener-bener gila. Dan mereka juga lebih aktraktif ketimbang DVD Live At Budokan lho. Petrucci banyak gerak. Myung malah sampe nyebrang sayap. Berpose “Soneta” – Myung & Petrucci. LaBrie bantuin Jordan mencet keyboard. “The Camel” Portnoy, buset ludahnya muncrat bisa jauh bener, hehehehe. Solid. Semua ultra solid. Padahal gangguan teknis lumayan banyak juga. Sound tidak rata terutama di awal, yah okelah teknisinya mungkin masih puyeng kemaren abis melayani Backstreet Boys. In-ear monitor LaBrie sempat mati sehingga sangat mengganggu segmen “Intervals” dari lagu OCTAVARIUM. UntungPortnoy cukup kalem menghandle situasi ini.

Gear Notes:
Myung kelihatannya
stabil dengan Yamaha signature-nya. Kali ini ndak bawa Chapman Stick. Portnoy tampil minimalis setelah tampil ultra-over-the-top di era Train Of Thought dengan Siamese Monster-nya. Set kali ini lebih mirip era Images. Relatif simple. Petrucci setia dengan Music Man signature-nya juga. Double-neck 6-12ndak keluar. Untuk beberapa lagu menggunakan 7 string. Ada juga modelhybrid elektrik akustik dengan 3 tone control dan 2 switch. Yang menarik (barangkali ada yang bisa kasih pencerahan), ada satu gitar yang rasanya kok necknya panjang banget, dan posisi “neck” pickupnya aneh, agak di tengah. Sementara bridge-nya jauh banget di ujung,nyaris di pinggir bodi. Baritone guitar-kah ini??? Oh ya nanya lagi buat gitaris. Kayanya ndak ada model yang pake locking nut. How the hell did he stay in tune?? Apa lagi whammy bar diperkosa abis sepertidi solonya SACRIFICED SONS, I repeat, HOW THE HELL DID HE STAY IN TUNE??? Rudess, nah ini paling banyak mainan barunya. Sebagai konsol utamatetap Kurzweil K2600 yang di atasnya dipasangi Music Pad Pro,pedal-pedal di bawah. Rudess juga main lap steel, Fender FS52. YangPALING ASIK adalah mainan tergres yang baru dipamerkan di albumOctavarium, yaitu “keyboard masa depan”, Continuum Fingerboard bikinanHaken Audio. Wuahhhhh keren broooo …. nikmati dia in action nyarisdi keseluruhan lagu Octavarium!!!

pic: courtessy Bro David Dewata

====================================
Well, begitulah sodara2 .. seperti yang laen, gw juga mengalami “keharuan dan kepuasan yang amat sangat” ! Bayangkan, gw udah upload lirik2 di PDA tapi ngga jadi gw liat karena ngga rela melepaskan pandangan dari panggung barang 1 detik pun! Berdiri, bernyanyi (tereak lebih tepat), dan mengepalkan tangan selama kurang lebih 3 jam. Itu pun masih kurang rasanya, andai mereka maen 1 malam lagi rasanya masih worth it untuk nonton lagi. Gileee …..

Capek tapi puas … bener kata seorang rekan ,“tonight, we have raised the bar of our standards to watch the concert”.

Countdown to DT Concert, 27 January 2006 – a warming up

Sebagai pemanasan untuk persiapan nonton konser DT 27 Jan 2006 nanti, berikut adalah komentar gw untuk tiap2 albumnya … yg gw punya tentu aja. Urut dari album yang pertama sampai album yang paling akhir gw denger. Subjective … of-course ! Tapi Anda2 dilarang protes, silakan aja nulis sendiri kalau ngga setuju 🙂

WHEN DREAM AND DAY UNITE

CD ini gw beli belakangan, pas ada kesempatan dinas di Kuala Lumpur tahun 2000. Saat itu, di Indo susah banget carinya. Gw beli karena harus punya aja, gara-gara pengen tau seperti apa vokalis Charlie Dominicci itu. Eh, ternyata seperti dengerin vokalis2 heavy metal yang melengking2 … hiiiiii. Lagu Unggulan: “Ytse Jams” dan “Killing Hands”

IMAGES AND WORDS

Ini album pertama DT yang gw denger. Masih bentuk kaset. Dapet minjem lagi dari temen (thanks untuk Dede, Iman, Hananto dan Agung). Bolak balik diputer, dibalikin terus pinjem lagi, hehe. Gila banget ni group, pikir gw waktu itu. Saat gw bosen dengan heavy metal, American Hard-Rock dan Glam-rock yang saat itu lagi tren, eh … ada juga band ‘gila’ yang menggabungkan progressive music ala Yes, heavy metal ala Iron Maiden, dengan vokalis yang punya warna suara seperti Geoff Tate (QR) dan Bruce Dickinson (Iron Maiden) pula! Full technique, ruwet, penuh sinkop, durasi lagu yang panjang2 dan ‘ketukan’ not yang ngga biasa … dan gitarisnya sangar abis. This is what I have been looking for …. ! Yang paling dulu ‘nyantol’ tentu aja “Another Day” yang super melodius dengan iringan saxophone dari Jay Beckenstein (Spyrogira), kemudian “Pull me under” baru diikuti lagu2 lain. Lagu unggulan: “Another Day”, “Metropolis pt.1”, “Surrounding” dan “Learning to Live”.

Belakangan, saat gw sempat jalan2 ke Singapore, gw beli CD Bootleg live version dari album ini. Kualitas recordingnya jelek banget, tapi lumayan bisa denger “Another Day” dibawain live.

AWAKE

Album kedua yang gw denger. Pertama kali di-copy-in sama teman satu kantor di KAP Supoyo (namanya Bayu) dalam format kaset. Kaget juga pas dengernya. Lha kok metal abis, serasa dengerin Metallica versi prog-nya. Full “ejeg-ejeg” …. 🙂 Sekali ‘spin’ ngga langsung ‘nyantol’. Jadinya lama ditaruh aja di rak kaset. Baru beberapa bulan kemudian cobain denger lagi, eh … kok dapet. Lagu unggulan: “Erotomania”, “Lifting Shadows-off a Dream”, “Silent-Man”, dan “Space Dye-Vest”. Album terakhir Kevin Moore gabung dengan DT.

LIVE AT THE MARQUEE

Pas maen ke rumah temen (Erry Susetyo di Krg. Wismo, Sby) dikasih tau kalo ada yang punya versi live DT. Wuih … Langsung gw minta dicopy-in. Format kaset. Belakangan ternyata ini adalah Live at The Marquee. Kualitas rekamannya OK, mostly mainin lagu2 di “Images and Words” dan sedikit “When Dream and Day Unite”. Sering banget gw dengerin … one of their best performance, sayang, no “Another Day”.

A CHANGE OF SEASONS

Kaset ketiga yang gw beli. Berisikan satu epic “A Change of Seasons” di side A dan live Cover version di side B. ACos adalah lagu terpanjang dari DT pada saat itu (sekitar hampir 20 menit), terdiri atas beberapa bagian. Gw paling suka intronya. Belakangan gw baru tahu kalo lagu ini direkam saat recording “Images and Words”. Direlease atas banyaknya permintaan penggemar. Side B berisikan rekaman performance mereka membawakan lagu2 orang dengan style tetap DT. Gw paling suka “Archilles Last Stand”nya Led Zepplin dan “Perfect Stranger”nya Deep Purple.

FALLING INTO INFINITY

Entah karena pengaruh musik dari keyboardis baru mereka (Derek Sherinian) atau karena apa, musik mereka di album ini jadi terasa berbeda dengan album2 mereka terdahulu. Ngagetin juga … bagi sebagian orang mungkin terasa kurang ‘nge-prog’ ! Buat gw sih “Trial of Tears” dan “Hells Kitchen” tetap kupingable. Ada dua track yang tergolong mellow di album ini yaitu “Hollow Years” dan “Anna Lee” yang potensial untuk menjadi hits MTV (hehe). But still, definitely bukan album terbaik mereka, IMHO…

ONCE IN A LIVE TIME

Rekaman Live dan double CD (Mahal bo’). Mostly direkam pas live show mereka di Europe. Ngga terlalu bagus kualitas soundnya dan vokal Labrie ‘dicerca’ abis di record ini. CD yang paling jarang gw dengerin. Masih lebih menarik nonton versi DVD “Five Years in a Live Time” utamanya saat jam session bareng vokalisnya Napalm Death, Marillion dan Steve Howe dari Yes.

SCENES FROM A MEMORY – METROPOLIS PART TWO

This record rules! DT with a concept album … who ever think of that. T O P abis! Memperkenalkan keyboardis baru mereka Jordan Rudess -pernah maen bareng Petrucci dan Portnoy di Liquid Tension Experiment project- yang IMHO merupakan ‘the missing piece’ menjadikan album ini menjadi sangat layak koleksi. Seolah kita dibawa nonton film, diayun2 dengan irama yang mellow, kenceng, amat kenceng, pelan, terus naik, slow lagi, dan seterusnya. Istri gw aja suka ama beberapa lagu di album ini. Gw juga berhasil memperkenalkan DT pada rekan2 gw di EY (Wiwin dan Yanti) berkat album ini. Lagu unggulan gw: Regressions, Home, Spirit Carries On, dan Finally Free. Eh, hampir semua lagu enak dink!

Gw juga dapet copy-an Live Scenes From New York dalam format mp3 (thanks to Bro Andrew Linggar). Cover CD ini sempat ditarik dari peredaran karena ada gambar WTC towernya.

Live DVD-nya juga TOP abis. Bagian I merupakan full version dari CD-nya, dan bagian II merupakan versi live dari “A Change of Seasons”, “Erotomania”, dan “Learning to Live”.


SIX DEGREES OF INNER TURBULENCE

Gw paling benci ama double CD … bikin bangrut 😦 Belinya bela2in order ama Music + di Sarinah. Begitu dapet, ritual buka plastik segel, spin CD 1 … lha kok ngga ‘nyantol’ ya? Rasanya musiknya rada2 berbau rock alternatif ala limp bizkits, hehe. Tapi “Misunderstood” dan “Dissappear” langsung bisa diterima. Pas spin CD 2, dibuka ama “Overture” … wuih, ini dia musiknya DT! Angkat topi buat Jordan Rudess yang berhasil memberi nada2 unik semi orkestra di musik DT. Lagu unggulan: “Overture”, “Dissapear” dan “Goodnight Kiss” … ih, lagu ini lirik dan solo gitarnya bikin mrebes mili dan merinding. Kisah ibu yang terpisahkan dengan anaknya karena gila, hiks.

TRAIN OF THOUGHTS

Pas masa tunggu pembuatan ToT ini, sempat denger berita kalau DT maenin lagu2 Iron Maiden dan Metallica ‘Master of Puppets”. Perasaan gw ngga enak nih … heheh (ikutan Tora Sudiro). Ternyata beneran! Album ToT ini metal abis. To be frank, gw gak terlalu “tune-in” ama album ini. Bau Metallica-nya kentel banget. Dengerin intro “Endless Sacrifice” jadi ingat “Sanatorium (Welcome Home)” … wah, mereka bener2 inspired nih… Tapi, “Stream of Consciousness” (bener ngga ya nulisnya?) enak banget. Lagu unggulan: As I Am, Endless Sacrifice, Stream of Consciousness.

DVD Live in Budokan dirilis, dan of-course gw beli bajakannya 🙂 Mostly membawakan lagu2 dari ToT dan 6DoIT. Tapi tampang Labrie agak aneh di video ini … kurus atau sakit? Instrumedley-nya gila abis … dari “Regression” sampai “Paradigm Shift” dibawain. Seru juga lihat si Jordan Rudess bisa menghasilkan musik serame itu hanya dari 1 set keyboard Kurzweill-nya 🙂

OCTAVARIUM

Lagu pertama yang ‘nyantol’ adalah “The Answer Lies Within” yang mellow. Disusul oleh “Octavarium” yang intronya Pink Floyd banget. Secara overall, musiknya mirip2, heheh. Oya, pas “I Walk Beside You” cengkok si Labrie mirip banget ama Bono U2. Lagu unggulan: Octavarium, Sacrified Sons, The Answer Lies Within, Never Enough.